Bagi suku Dayak Ngaju antara ritual dan gejala-gejala alam disekitar
memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Hal ini terlihat jelas sekali,
apabila terjadi ketidakseimbangan alam, maka oleh suku Dayak Ngaju akan
dilaksanakan ritual. Selain itu pula, suku Dayak Ngaju meyakini bahwa mimpi
pada malam hari memiliki makna atau arti khusus. Misalnya, mimpi menggunakan
pakaian putih berarti tidak lama lagi akan mendapat sakit keras, mimpi dikejar
sapi/kerbau berarti akan dikejar oleh sakit/penyakit, mimpi bertemu orang yang
telah meninggal dan diajak berjalan-jalan ke tempat yang jauh atau ke tempat
dunia orang mati, maka diyakini bahwa orang tersebut akan sakit dan rohnya
tersesat, karena dibawa oleh orang yang mati ke dunia orang mati. Untuk
menghindari hal-hal tersebut, maka dalam kehidupan suku Dayak Ngaju akan
dilaksanakan ritual Nyadiri. Ritual Nyadiri dalam kehidupan suku Dayak Ngaju
ternyata dalam tataran prakteknya tidak hanya dilakukan oleh orang yang
beragama Kaharingan, tetapi juga dilaksanakan oleh orang yang beragama Kristen.
Kenyataan yang demikian, tentunya merupakan sebuah kenyataan yang aneh. Dengan
memberangkatkan dari kenyataan yang demikian, maka melalui tulisan inilah,
kenyataan tersebut coba diangkat, dengan mencoba mengkajinya dari dua macam
bentuk pertanyaan penelitian: Pertama, mengapa suku Dayak Ngaju melaksanakan
ritual Nyadiri?; Kedua, apa makna ritual Nyadiri bagi kehidupan suku Dayak
Ngaju? Dari hasil wawancara yang dilakukan, ternyata yang menjadi latar
belakang suku Dayak Ngaju melasanakan ritual Nyadiri ialah, karena ada sistem
kepercayaan dalam kehidupan suku Dayak Ngaju, bahwa apabila orang mati yang
tinggal di dunia orang mati yang sifatnya sementara, maka mereka itulah yang
bisa menjumpai keluarganya dalam bentuk mimpi. Sehingga akibatnya bagi orang
yang bermimpi atau yang dimimpikan orang tersebut akan menjadi sakit (layau
hambarua). Maka untuk itulah, ritual Nyadiri itu dilaksanakan dalam kehidupan
suku Dayak Ngaju, dengan tujuan merestorasi kehidupan individu yang bermimpi
atau yang dimimpikan seperti sediakala. Dari hasil analisa makna, ternyata
ketika suku Dayak Ngaju melaksanakan ritual Nyadiri, paling tidak ada beberapa
makna yang dapat ditemukan, diantaranya: Pertama, wujud dari yang sakral dan
profan; Kedua, sebagai sebuah upaya menjaga keseimbangan kosmos. Dunia orang
mati yang bersifat sementara (Bukit Pasahan Raung) dengan dunia manusia (Pantai
Danum Kalunen); Ketiga, wujud dari kesadaran kolektif yang dimiliki oleh suku
Dayak Ngaju. Oleh karena itu, dalam memberikan penilaian tentang suatu kebudayaan
masyarakat, tentunya kita tidak dapat memberangkatkan dari konsep pemikiran
kita sendiri. Seperti yang dilakukan oleh kaum agamawan. Akan tetapi, langkah
yang lebih objektif ialah dengan melakukan penelitian terhadap suatu kebudayaan
itu sendiri.
No comments:
Post a Comment