Wednesday, October 30, 2013

Makna Ritual “Nyadiri” Bagi Kehidupan Suku Dayak Ngaju

Bagi suku Dayak Ngaju antara ritual dan gejala-gejala alam disekitar memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Hal ini terlihat jelas sekali, apabila terjadi ketidakseimbangan alam, maka oleh suku Dayak Ngaju akan dilaksanakan ritual. Selain itu pula, suku Dayak Ngaju meyakini bahwa mimpi pada malam hari memiliki makna atau arti khusus. Misalnya, mimpi menggunakan pakaian putih berarti tidak lama lagi akan mendapat sakit keras, mimpi dikejar sapi/kerbau berarti akan dikejar oleh sakit/penyakit, mimpi bertemu orang yang telah meninggal dan diajak berjalan-jalan ke tempat yang jauh atau ke tempat dunia orang mati, maka diyakini bahwa orang tersebut akan sakit dan rohnya tersesat, karena dibawa oleh orang yang mati ke dunia orang mati. Untuk menghindari hal-hal tersebut, maka dalam kehidupan suku Dayak Ngaju akan dilaksanakan ritual Nyadiri. Ritual Nyadiri dalam kehidupan suku Dayak Ngaju ternyata dalam tataran prakteknya tidak hanya dilakukan oleh orang yang beragama Kaharingan, tetapi juga dilaksanakan oleh orang yang beragama Kristen. Kenyataan yang demikian, tentunya merupakan sebuah kenyataan yang aneh. Dengan memberangkatkan dari kenyataan yang demikian, maka melalui tulisan inilah, kenyataan tersebut coba diangkat, dengan mencoba mengkajinya dari dua macam bentuk pertanyaan penelitian: Pertama, mengapa suku Dayak Ngaju melaksanakan ritual Nyadiri?; Kedua, apa makna ritual Nyadiri bagi kehidupan suku Dayak Ngaju? Dari hasil wawancara yang dilakukan, ternyata yang menjadi latar belakang suku Dayak Ngaju melasanakan ritual Nyadiri ialah, karena ada sistem kepercayaan dalam kehidupan suku Dayak Ngaju, bahwa apabila orang mati yang tinggal di dunia orang mati yang sifatnya sementara, maka mereka itulah yang bisa menjumpai keluarganya dalam bentuk mimpi. Sehingga akibatnya bagi orang yang bermimpi atau yang dimimpikan orang tersebut akan menjadi sakit (layau hambarua). Maka untuk itulah, ritual Nyadiri itu dilaksanakan dalam kehidupan suku Dayak Ngaju, dengan tujuan merestorasi kehidupan individu yang bermimpi atau yang dimimpikan seperti sediakala. Dari hasil analisa makna, ternyata ketika suku Dayak Ngaju melaksanakan ritual Nyadiri, paling tidak ada beberapa makna yang dapat ditemukan, diantaranya: Pertama, wujud dari yang sakral dan profan; Kedua, sebagai sebuah upaya menjaga keseimbangan kosmos. Dunia orang mati yang bersifat sementara (Bukit Pasahan Raung) dengan dunia manusia (Pantai Danum Kalunen); Ketiga, wujud dari kesadaran kolektif yang dimiliki oleh suku Dayak Ngaju. Oleh karena itu, dalam memberikan penilaian tentang suatu kebudayaan masyarakat, tentunya kita tidak dapat memberangkatkan dari konsep pemikiran kita sendiri. Seperti yang dilakukan oleh kaum agamawan. Akan tetapi, langkah yang lebih objektif ialah dengan melakukan penelitian terhadap suatu kebudayaan itu sendiri.

No comments:

Post a Comment