Sunday, November 2, 2014

Cerita dari Kalimantan Tengah~ Manusia Hantu (Hantuen)



Dahulu kala, di Baras Semayang hiduplah sebuah keluarga yang memiliki seorang anak gadis bernama Tapih. Suatu hari, Saat Tapih mandi di sungai, tiba-tiba topi tanggul dareh (topi yang tepinya lebar dan khusus dipergunakan pada upacara khusus) miliknya dihempaskan angin kencang dan jatuh di sungai. Topi itu kemudian terbawa arus sungai yang cukup deras.

Karena topi itu dianggap bukan sembarang topi, maka Tapih dan orang tuanya menyusuri setiap desa yang terletak di sepanjang sungai Rungan untuk mencarinya.

Ditanyainya setiap orang desa yang ditemui, namun mereka tak ada yang mengetahuinya. Akhirnya, Tapih dan orang tuanya tiba di desa Sepang Simin dan menemukan kembali topi  itu. Ternyata topi  itu dipungut oleh seorang pemuda bernama Antang Taung. Orang tua Tapih menghadiahi pemuda itu emas, namun Antang Taung menolaknya. Sebagai gantinya, ia meminta Tapih untuk dijadikan istrinya. Permintaan itu di setujui oleh orang tua Tapih.

Tak lama kemudian, Antang dan Tapih dinikahkan di desa Baras Semanyang. Menurut adat setempat, sepasang mempelai baru harus berdiam di rumah kedua orang tua masing-masing secara berfiliran. Mereka merasa sangat berat untuk memenuhi adat ini karena diantara kedua desa mereka terdapat hutan yang cukup lebat.

Untuk pemecahan masalah itu, diputuskan membuat jalan yang dapat menghubungken kedua desa tanpa melalui hutan tersebut.  Pembuatan jalan di mulai dari Baras Semayang. Pekerjaan mereka mulanya mengalami gangguan makhluk gaib. Setiap kali pekerja pulang, gubuk tempat mereka beristirahat telah dimasuki orang dan bekal makanan mereka dicuri.

Hingga suatu hari, mereka menemukan akal. Mereka berbuat seolah-olah meninggalkan gubuk untuk bekerja, tetepi sebenarnya mereka bersembunyi di balik semak yang tak jauh dari tempat itu. Dari tempat persembuyian itu , mereka dapat melihat seekor binatang angkes (sejenis landak) sedang menaiki tangga gubuk. Setelah masuk kedalam, binatang itu menggoyang-goyangkan tubuhnya, dan secara ajaib berubah menjadi seorang pemuda yang tampan.

Melihat hal itu para pekerja segera meringkus dan berhasil menangkapnya. Ia minta ampun agar dilepaskan, jika ia dilepaskan ia berjanji akan membantu para pekerja membuat jalan. Akhirnya permintaan itu diluluskan. Anehnya, pemuda jelmaan binatang angkes tadi berhasil menyelesaikan pembuatan jalan yang cukup panjang hanya dalam waktu tiga hari. Mengetahui akn hal itu Tapih dan suaminya sangat kagum kepada pemuda jadi-jadian itu dan mereka mengambilnya sebagai anak angkat. Kini, dengan adanya jalan itu, suami istri itu dapat mondar mandir kedesa masing-masing dengan mudah tanpa harus melewati hutan yang cukup lebat itu.

Beberapa waktu kemudian Tapih pun mengandung. Saat itu mereka berada di desa Sepang Simin. Calon ibu muda itu mengidam ingin makan ikan, maka Antang Taung segera pergi kesungai untuk menangkap ikan. Saat itu ia mendapat hasil cukup lumayan. namun,ketika ia akan mendarat ke desa dengan biduknya,tiba-tiba turun hujan besar. Dengan tergesa –gesa ia lari pulang,dan tanpa ia sengaja telah meninggalkan seekor ikan tomang di dalam perahunya.

Keesokan harinya,ketika ia kembali ke perahu untuk mengambilnya ,ternyata ikan itu telah lenyap. Sebagai gantinya , ditempat itu terbaring seorang bayi perempuan. Anak itu kemudian di bawa pulang oleh Antang Taung dan anak itu kemudian diangkat menjadi anak angkat mereka. Anehnya, bayi perempuan temuan mereka itu tumbuh dengan cepatnya. Dalam waktu beberapa bulan saja ia sudah menjadi seorang gadis dewasa yang cantik. Gadis jelmaan ikan tomang itu kemudian jatuh cinta pada pemuda jelmaan binatang angkes. Dan keduanya kemudian dikawinkan. Mereka menjadi suami istri yang bahagia.

Tak lama kemudian mereka melahirkan seorang anak laki-laki. Akan tetapi, anak itu mati tak lama setelah lahir. Betapa sedih kedua manusia jelmaan binatang itu. sKesedihan lain pun muncul. Beberapa hari kemudian saudara laki-laki angkat mereka, yakni putera Tapih dan Antang Taung juga meninggal. Menurut adat, orang yang meninggal harus dilakukan dua kali upacara kematian, sebelum arwahnya dapat menuju ke Lewu Tatau (Sorga orang Dayak Ngaju). Pada upacara pertama jenazah dikebumikan dan pada upacara kedua, jenazah yang sudah tinggal tulang belulang itu dibakar. Hal ini dimaksudkan untuk membebaskan roh seseorang dari badan kasarnya untuk selama-lamanya. Sifat upacara ini mewah sekali dan disebut dengan nama Tiwah.

Ketika mendengar bahwa saudara angkatnya hendak di tiwahkan, suami istri jelmaan binatang itu ingin juga agar anaknya yang telah meninggal dibakar dalam upacara tersebut. Niat itu sangat di tentang oleh Tapih dan Antang Taung, tapi mereka tak menghiraukan dan bersikukuh dengan niat itu.

Dan terjadi sesuatu yang menghebohkan ketika kuburan anak suami istri jadi-jadian itu di gali. Ternyata yang tinggal bukan tulang belulang manusia melainkan tulang belulang binatang dan ikan. Kejadian itu membuat malu besar pada kedua suami istri asal binatang itu, sehingga akhirnya mereka menyinkir dari desa Sepang Simin dan membangun sebuah desa di hutan belantara. Didesa itu mereka kemudian berkembang biak menjadi suatu keluarga besar. Keturunannya kemudian dikenal dengan sebutan Hantuen.

Menurut kepercayaan masyarakat setempat, orang hantuen yang asli sudah tidak ada. Yang ada hanyalah keturunannya yang sudah kawin dengan manusia biasa. Orang yang memiliki darah hantuen dipercaya akan memiliki kemampuan untuk mengubah diri menjadi hantu jadi-jadian (hantuen). Pada siang hari mereka akan menjadi manusia biasa, tetapi pada malam hari mereka akan mengubah dirinya menjadi hantu tanpa tubuh yang gemar menghisap darah.

***

Inilah cerita yang oleh penduduk di aliran sungai Kahayan dianggap legenda yang benar-benar pernah terjadi. Untuk memperkuat kebenaran legenda ini, mereka dapat menunjukkan jalan yang dibuat oleh pemuda jelmaan angkes tersebut. Jalan itu bernama Langkuas, yang terletak diantara Baras samayang dan Sepang Simin.

LEGENDA MANGKIKIT KALTENG



   Legenda Mangkikit terjadi di Kalimantan Tengah. Tepatnya di Sungai Katingan, di situlah ada sebuah jeram yang disebut Riam Mangkikit. Riam ini adalah yang terbesar di antara riam lainnya di Kalimantan Tengah. Di situ ada sebuah tempat yang disebut Batu Tangudau. Batu itu dinamai demikian sebab kata orang di bawah batu itu terdapat lubang ikan tangudau yaitu sejenis ikan hiu.

   Konon dikisahkan, di tengah riam itu ada sebuah kampung kecil. Di kampung itu hanya ada sebuah rumah betang (rumah keluarga yang luas) dan lima buah rumah biasa. Pemimpin kampung itu seorang pemuda yang gagah berani bernama Mangkikit. Walaupun masih tergolong muda, Mangkikit disegani orang. Sifatnya yang agak pendiam, jujur, berani karena benar, membuatnya lebih berwibawa.

  Sementara Istrinya yang bernama Nyai Endas adalah seorang perempuan yang sangat cantik. Kecantikan Nyai Endas telah terkenal ke seluruh daerah. Banyak pemuda yang sengaja bermalam di betang dengan maksud sekedar ingin menyaksikan kecantikan Nyai Endas. Lebih-lebih, hampir sepuluh tahun perkawinannya dengan Mangkikit belum juga dikarunai putra. Walaupun demikian, keduanya tetap hidup bahagia, aman, dan damai.

   Sudah menjadi kebiasaan setiap hari pagi-poagi sekali Mangkikit akan pergi berburu. Senjata beserta anaknya sejak sore kemarin sudah dipersiapkannya. Seperti biasa, jika merencanakan suatu perjalanan, Mangkikit selalu bangun pagi. Ia menyiapkan makanan dan penginangan (yakni sirih berkapur dengan pinang yang sudah dibelah) untuk bekalnya. 

   Mangkikit sebelum berangkat, ia berpesan kepada istrinya agar baik-baik tinggal di rumah. Kepada Dungak (seorang laki-laki setengah baya) dan Tambi Jongkong (seorang perempuan tua) dipesankan pula hal yang sama. Kedua orang itu sejak lama sudah dianggap anggota keluarganya. Malah Tambi Jongkong sendiri sudah seperti inang pengasuh sejak Nyai Endas masih kecil.
Setelah Mangkikit berangkat, penghuni betang itu asyik dengan pekerjaannya sendiri-sendiri. Dungak membelah kayu di belakang. Tambi Jongkong memasak di dapur. Nyai Endas sendiri asyik menganyam tikar rotan di kamar. Tiba-tiba terdengar pintu depan diketuk. Mendengar ketukan itu, Nyai Endas memanggil Tambi Jongkong. Disuruhnya melihat siapa yang datang. 

    Seorang laki-laki tak dikenal berdiri di depan pintu. Laki-laki itu tampan sekali. Kumisnya tipis, tubuhnya kekar, kulitnya putih kuning dan tampak bersih. Destar berwarna merah melilit di kepalanya. Di pinggangnya tergantung Mandau bergagang tanduk berjumbai rambut, menambah kegagahannya. Lama perempuan tua itu terdiam. Ia tidak berani menatap mata laki-laki itu terlalu lama. Ia baru sadar setelah laki-laki menegurnya. “Mangkikit ada?” tanyanya singkat.
“Mangkikit pergi berburu sejak pagi,” jawab orang tua itu.
“Tetapi Nyai Endas, ada?” tanyanya lagi.

   “Oh, Ada, silakan masuk,” sahutnya, seraya berbalik memberitahukan kedatangan orang itu.
Mendengar hal itu, Nyai Endas langsung keluar. Tambi Jongkong sempat melihat bahwa Nyai Endas tampak seperti orang bingung melihat tamunya. Tidak lama kemudian, Nyai Endas masuk ke dalam. Digapainya Tambi Jongkong agar mengikutinya masuk ke kamar. Sejenak kemudian, Tambi Jongkong ke dapur, memanggil Dunghak agar segera pulang. Tak berapa lama kemudian Dungak pun muncul. Ditatapnya tamu itu dengan pandangan kurang senang. Mendengar panggilan Nyai dari kamar, ia pun segera masuk.
“Kalian berdua dengar kataku ini,” ujar Nyai. “Laki-laki itu memaksaku untuk mengikutinya. Aku sadar bahwa aku sudah bersuami. Tetapi rasanya aku tidak dapat menolak keinginannya.

   Secepat kilat. Dungak menyambar Mandau pusaka yang tergantung di dinding setelah mendengar kata-kata Nyai Endas. Rupanya ia tidak menerima perlakuan tamu itu. Namun dengan tangkas pula Nyai Endas menghalangi maksud Dungak. Melihat kejadian itu Dungak mengalah, walaupun hantinya merasa amat perih.
“Sekarang katakan kepada tuanmu bila ia sudah kembali nanti,” kata Nyai Endas. “Akui Nyai Endas…, bagaimana pun aku tetap mencintainya. Oleh sebab itu sekali lagi kupesankan agar kamu menceritakan pada tuanmu dengan jujur. Aku minta jika aku telah keluar, ikuti aku dengan matamu. Dengan demikian kamu tahu arah kepergianku. Sekarang aku akan mempersiapkan barang-barangku.” Kemudian Nyai Endas menyiapkan barang bawaannya. Sebelum keluar kamar, kembali ia berpesan. Sekiranya Mangkikit suaminya ingin mencarinya, ikuti nanti arah kepergiannya. Kemudian ia pun keluar bersama laki-laki itu.

    Dari betang, mereka berdua turun ke sungai. Dungak dan Tambi Jongkong yang mengawasi kepergian Nyai Endas merasa kaget. Kedua orang itu berjalan di atas air seperti di jalan raya saja. menyaksikan peristiwa itu, Tambi Jongkong, Dungak bergegas lari ke betang. Diambilnya gong lalu dibunyikan berkali-kali.
Penduduk yang sedang bekerja di ladang mendengar bunyi gong itu segera berlari pulang ke kampung. Pasti ada kejadian yang luar biasa. Penduduk kampung gempar setelah dioberitahu Dungak bahwa Nyai Endas diculik oleh laki-laki tak dikenal. Mereka ngeri kalau Mangkikit mengamuk karena kejadian itu.
Semua wanita dan anak-anak dengan diam-diam meninggalkan kampung itu. Mereka takut kalu-kalau nanti Mangkikit mengamuk membabi buta. Yang tinggal sekarang hanya para laki-laki dewasa. Tambi Jongkong yang menangis terus tampaknya tinggal pasrah. Demikian pula halnya dengan Dungak yang sejak tadi banyak diam.

    Sementara itu Mangkikit bergegas dalam perjalanan piulang. Ia mendapat semacam firasat, sesuatu yang luar biasa terjadi di kampung. Ia cepat-cepat pulang. Jalannya dipercepat setengah berlari. Setibanya di belakang betang, dilihatnya banyak orang bergerombol. Apa gerangan yang terjadi, tanyanya dalam hati. Dengan napas terengah-engah, ia naik ke betang seraya bertanya, “Ada apa, ini? Apa yang telah terjadi?”
Tak seorang pun yang berani menjawab. Karena tidak ada yang menjawab, Mangkikit menjadi marah. Dungak pun tidak berani mengatakan hal yang sebenarnya mengenai Nyai Endas sewaktu ditanya. Menyaksikan keadaan seperti itu, seorang laki-laki tua tampil seraya berkata dengan suara lembut, “Anakku…, coba tenang sedikit. Sulit berbicara dengan keadaan seperti ini,” katanya.
Mangkikit pun sedikit mereda ketegangannya “Apa yang sebenarnya terjadi, paman?” tanyanya kepada orang tua itu.

   Orang tua itu pun menceritakan seluruh kejadian itu tanpa satu pun tertinggal yang tertinggal. Mendengar penjelasan pamannya, Mangkikit menghela napas panjang. Penduduk kampung ikut merasa lega karena ternyata Mangkikit tidak jadi marah. Mangkikit hanya meminta para kepala keluarga untuk datang ke rumahnya nanti malam. Di sana ia akan memberitahukan rencana selanjutnya.
Pada Malam itu, kembali mereka berkumpul. Mangkikit menyarankan agar setiap keluarga menyiapkan tuak. Pada hari kesembilan setelah itu, mereka akan berkumpul lagi. Mangkikit tidak menjelaskan maksudnya. Ia hanya berpesan agar mereka menyiapkan keperluan pesta. Akhirnya, waktu yang ditetapkan itu tiba. Mangkikit memerintahkan agar pesta dimulai dari rumah yang paling ujung bagian hulu.
Sepuluh hari kemudian, tibalah giliran terakhir di rumah betang Mangkikit. Sebelumnya Mangkikit berpesan agar hari terakhir itu semuanya hadir. Sejak pagi mereka makan dan minum sepuas-puasnya. Setelah semuanya selesai, Mangkikit memerintahkan semua orang berkumpul di pinggir tepian mandi sungai. Setelah semuanya lengkap, Mangkikit memerintahkan semua kepala keluarga membakar rumahnya. Dalam sekejap, semua rumah di kampung itu telah terbakar.

   Setelah semua berkumpul, Mangkikit berkata, “Sekarang turunlah ke sungai, berjalanlah dengan tenang menuju Batu Tangudau.” Setelah itu, Mangkikit menabur beras kuning ke pusaran air Batu Tangudau. Ia menunjuk salah seorang untuk terjun ke pusaran air itu lebih dahulu. Jika mereka masih hidup agar dalam dunia yang baru itu saling menunggu. Setelah semua penduduk terjun Mangkikit pun menyusul.
Mangkikit kemudian melihat sebuah kampung yang bersih dan rapi. Ia mengisyaratkan agar mereka menunggu dengan tenang. Dengan didampingi tiga orang laki-laki pilihannya, ia memasuki kampung itu. Tidak kelihatan seorang pun penghuni di sana. Tidak jauh dari situ, di halaman sebuah rumah besar dan bagus, tampak Nyai Endas.

  Atas perintah Mangkikit, mereka berpencar mengepung rumah itu. Setelah dekat benar, Mangkikit memberi isyarat kepada Nyai Endas. Istrinya mengatakan bahwa laki-laki yang menculiknya masih tidur di kamar. Mangkikit mengikutinya istrinya masuk. Secepat kilat, Mangkikit mencabut dohong yang terselip di pinggangnya, lalu dibunuhnya laki-laki itu. Ketiga pengawalnya disuruh menjemput keluarganya yang menunggu di luar kampung itu.

  Nyai Endas pun bercerita bahwa kampung itu adalah tempat tinggal bangsa ikan tangudau. Siang hari, mereka semua pergi mencari makan. Itulah sebabnya tak ada orang yang mereka temui pada siang hari. Sore hari mereka baru pulang. Akhirnya, Mangkikit menjadi raja di sana dan hidup dengan damai, aman dan tenteram,,,

~English version~ The Legend of Sangi River



Once upon a time, in Central Kalimantan, there is a strong hunter named Sangi. He was
very expert inmeny umpit game. Hissumpit always got on the target. Every time of hunting, he
always succeeded bring a lot of meat to his home.
Sangi lived in Mahoroi River, a little kind of Kahayan River. He lived with his family and relatives. Their worked from farming in the fields, and also from planting and hunting. Their fields were still floating. In addition, they also found food from plants, that they found in the forest inland.
One day, as usual Sangi went to hunting. But that day, he was very annoyed. From morning to evening, he got the animal is obtaining. And then, because the day began to dusk, he intends to go home.
In return trip, Sangi saw water is very muddy. “It looks like just a pig through a forest in the river, " said Sangi in his mind. Because he wanted to know, so then Sangi checked footmark pigs in the ground. Sangi’s allegations appeared correct. He saw footmark wild pigs in the ground to the river. Sangi followed the direction to impression that animal. Not far from the river, he found the wild pig. But unfortunately, some of the wild pig's body there was at the mouth of a dragon. That situation was very chilled and frightened to Sangi. But he can not to be screamed. He went out of place that he stand and hid in a place not far from the dragon.
Behind his hid place, Sangi saw the dragon try to swallow whole body of the wild pigs.
Although the dragon has been to try repeated, but his efforts always failed. Sorts, the dragon
was finally up. With angry he looked around and saw Sangi in his hid place.
Know this, Sangi very terrified. His body shivered. "Oh No! The dragon turns out to know
my presence here. The dragon must be wanted to eat me, “said Sangi cry. Recently utterance
was separated by Sangi, a glance in the shadow of the dragon disappeared and reincarnate into a
handsome young man. Sangi very astonished. His fear changed to be surprised.
Suddenly, the handsome young man walks to Sangi and put his hand. "Hey, young people! Swallow this wild pigs! You should not see dragon swallow the food!" rave the young man. ”I, I, I can not," said Sangi fear. "How may I be able to swallow as much as the wild pigs?" He added. "Do my order! Do not doubt” said the young man that did not want to be debated.
Heared that growl, Sangi can not denied what the handsome young man was said. Sangi
walked to the pigs that lie close in the ground not far away. Wonderfully, Sangi easily swallowed
the wild pig, as if he was a great dragon. Sangi was surprise with his self. "Why this can happen?
This really does not make sense," said Sangi in his mind. "Because you was see dragon eating the
food, you has become a imitation dragon. You can not deny what has happened, "said the
handsome young man explains.
"What? I did not want to be a dragon imitation. I want to be a normal human being!"
exclamation Sangi not accepted. ”Lord, make me to be an ordinary human!" exclaim him asked.
Sangi hear the appeal, the handsome young man with laughter, "... HAA HAA HAA ... you need
not fear young child. As long as you can hold this event, you can continue to be the man, "said
the handsome young man. “ Isn’t true, sir? “ asked Sangi not believes it. Because it's still been
feeling, then Sangi asks again to the handsome young man, "What's to become a distinctive
dragon imitation is?" With a smile, the handsome young man replied, "No, you are very lucky man.
Thus, you will continue to be ageless. Many people want to ageless, but can not. Meanwhile, you
easily get it. " Sangi very happy to heared that the answer is, "Wow, very exciting if so, I can
live for hundreds of years." Then, Sangi asked again, "But, what is the forbidden?" The young
man talked, "You can not told this to anyone. If you don’t do it, your body will change into a
dragon forever. You understand?" asked the handsome young man. "Hmm ... the forbidden was
easy Sir. I prepared to do that restriction," Sangi steady answered. At the same time, the
young man disappeared somewhere. Sangi was rushing back to her house.
Since then, Sangi continued to keep secret in order from other people, including his
relatives and family. By doing so, he remains well-preserved until the age of 150 years. This
made his relatives, children and grandchildren want to know the secret to remain ageless. They
also wanted as Sangi. Long live, healthy, and ageless.
Every day, they continue to ask about Sangi’s secret. Because urged on going, Sangi
finally reveal the secret has long been keep by him. Thus, Sangi has violated the prohibition. He
taught it was easy. As a result, his body began to change form into a dragon. Both legs skin
slowly turns into thick shell, and finally turned into a dragon that large and long. Realized this,
Sangi then blame all the descendants of the urgent to reveal the secret he. This made Sangi
very angry and indignant. "You are evil! You will all die! "Sangi with indignant exclamation.
After that, Sangi run around with anger. The entire body felts hot, and his body became
a dragon's body. Before he plunges into the river, he was taking a long legacy stored in a jar
China. The jar containing jewelry and pieces of gold. Sangi continuously ran to the river. Arriving
at the River Kahayan, it soon spread and jewelry pieces while gold, then he said, "Who are find
gold in the area of this river, he will die. Golds will be defences of death! "
After that, Sangi reincarnated into a dragon, plunge into the river upstream. Since then, he became a guard Kahayan River. Children Kahayan River was also referred to as the River of Sangi. Children are the descendants of Sangi secret that many died after that.

LEGENDA SUNGAI SANGI



(LEGENDA DARI KALIMANTAN TENGAH)

Pada zaman dahulu kala, di Kalimantan Tengah, hiduplah seorang pemburu tangguh
bernama Sangi. Ia sangat ahli dalam menyumpit binatang buruan. Sumpitnya selalu mengenai sasaran. Setiap kali berburu, ia selalu berhasil membawa pulang banyak daging binatang buruan.
Sangi tinggal di daerah aliran Sungai Mahoroi, anak Sungai Kahayan. Ia tinggal bersama keluarga dan kerabatnya. Mereka hidup dari bercocok tanam di ladang dan berburu. Ladang mereka masih sering berpindah-pindah. Selain itu, mereka juga mencari bahan pangan dari tumbuh-tumbuhan yang terdapat di hutan-hutan pedalaman.
Pada suatu hari, seperti biasa Sangi pergi berburu. Namun hari itu, ia sangat kesal. Dari pagi hingga sore, tidak
seekor binatang buruan pun yang diperolehnya. Karena hari mulai senja, ia berniat pulang.
Dalam perjalanan pulang, Sangi melihat air tepi sungai sangat keruh. ”Sepertinya baru saja seekor babi hutan lewat di tepi sungai itu,” kata Sangi dalam hati. Karena penasaran, Sangi kemudian memeriksa bekas jejak kaki babi di tanah. Ternyata dugaan Sangi benar. Ia melihat bekas jejak kaki babi hutan di tanah menuju ke arah sungai. Dengan penuh harap, Sangi mengikuti arah jejak binatang itu. Tidak seberapa jauh dari sungai, ia menemukan babi hutan yang dicarinya. Namun sayang, sebagian dari tubuh babi hutan itu telah berada di mulut seekor naga. Pemandangan itu sangat mengerikan dan menakutkan Sangi. Ia tidak bisa berteriak. Dengan pelan-pelan, ia beranjak dari tempatnya berdiri lalu bersembunyi di tempat yang tidak jauh dari naga itu.
Dari balik tempatnya bersembunyi, Sangi menyaksikan naga itu berusaha menelan seluruh tubuh babi hutan. Meskipun naga itu telah mencobanya berulang-ulang, namun usahanya selalu gagal. Karena kesal, akhirnya naga itu pun menyerah. Dengan murka ia palingkan wajahnya ke arah Sangi yang sejak tadi memerhatikannya.
Mengetahui hal tersebut, Sangi sangat ketakutan. Badannya gemetaran. ”Waduh gawat! Naga itu ternyata mengetahui keberadaan saya di sini. Jangan-jangan...naga itu hendak memangsa saya,” gumam Sangi dengan cemasnya. Baru saja ucapan itu lepas dari mulut Sangi, dalam sekejap mata bayangan naga itu menghilang dan menjelma menjadi seorang pemuda tampan. Sangi sangat heran. Ketakutannya berubah menjadi ketakjuban.
Tiba-tiba, pemuda tampan itu menghampiri Sangi dan memegang lengannya. “Hei, anak muda! Telan babi hutan itu! Kamu tidak seharusnya mengintip naga yang sedang menelan mangsanya!” bentak pemuda tampan itu. ”Saa…saa… ya…tidak bisa,” kata Sangi ketakutan. ”Bagaimana mungkin saya dapat menelan babi hutan sebesar itu?” tambahnya. “Turuti perintahku! Jangan membantah!” seru pemuda tampan itu tak mau dibantah.
Mendengar bentakan itu, Sangi tidak bisa menolak apa yang diperintahkan pemuda tampan itu. Sangi kemudian mendekati babi yang tergeletak di tanah tak jauh darinya. Sungguh ajaib, dengan mudah Sangi menelan babi hutan itu, seolah-olah ia seekor naga besar. Sangi pun terheran-heran pada dirinya sendiri. ”Kenapa hal ini bisa terjadi? Ini benar-benar tidak masuk akal,” kata Sangi dalam hati. “Karena kamu telah mengintip naga yang tengah memakan mangsanya, maka sejak itu pula kamu telah menjadi naga jadi-jadian. Kamu tidak dapat menolak apa yang sudah terjadi,” ujar pemuda tampan itu menjelaskan.
”Apa? Aku tidak mau jadi seekor naga jadi-jadian. Aku mau jadi manusia biasa!” seru Sangi tidak terima. ”Tuan, jadikan aku menusia biasa saja!” serunya memohon. Mendengar permohonan Sangi, pemuda tampan itu tertawa terbahak-bahak, ”Haa...haa...haa..., kamu tak perlu cemas anak muda. Selama kamu dapat merahasiakan kejadian ini, kamu dapat terus menjadi manusia,” jelas si pemuda tampan. Bernakah itu tuan?” tanya Sangi tak percaya. Karena masih dihantui rasa penasaran, Sangi kemudian bertanya lagi kepada pemuda tampan itu, ”Apa keistimewaan menjadi seekor naga jadi-jadian itu?” sambil tersenyum, pemuda tampan itu menjawab, ”Sebenarnya kamu orang yang sangat beruntung. Dengan demikian, kamu akan terus awet muda. Banyak orang ingin awet muda, akan tetapi tidak bisa. Sedangkan kamu, dengan mudah mendapatkannya”. Sangi sangat senang mendengar jawaban itu, ”Wah, menyenangkan sekali kalau begitu, Saya bisa hidup selama beratus-ratus tahun.” Lalu, Sangi bertanya kembali, ”Apa larangannya?” Pemuda tampan itu menjawab, ”Kamu tidak boleh menceritakan hal ini kepada siapa pun. Jika kamu melanggarnya, wujudmu akan menjelma menjadi seekor naga. Kamu paham?” tanya pemuda tampan itu. ”Wah...mudah sekali larangannya tuan. Kalau begitu saya bersedia untuk mematuhi larangan itu,” jawab Sangi dengan mantap. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba pemuda tampan di hadapannya itu menghilang entah ke mana. Sangi pun bergegas pulang ke rumahnya.
Sejak itu, Sangi terus menjaga agar rahasianya agar tidak diketahui orang lain, termasuk kerabat dan keluarga terdekatnya. Dengan begitu, ia tetap awet muda sampai usia 150 tahun. Hal ini membuat para kerabat, anak cucu, dan cicitnya ingin mengetahui rahasianya hingga tetap awet muda. Mereka juga ingin seperti Sangi. Panjang umur, sehat, dan awet muda.

Setiap hari, mereka terus bertanya kepada Sangi mengenai rahasianya. Karena didesak terus-menerus, akhirnya Sangi membeberkan rahasia yang telah lama ditutupinya. Dengan demikian, Sangi telah melanggar larangan yang dikiranya mudah itu. Akibatnya, tubuhnya mulai berganti rupa menjadi seekor naga. Kedua kulit kakinya pelan-pelan berganti menjadi sisik tebal, dan akhirnya berubah menjadi seekor naga yang besar dan panjang. Menyadari hal itu, Sangi kemudian menyalahkan seluruh keturunannya yang terus mendesaknya hingga ia membeberkan rahasianya. Hal inilah yang membuat Sangi sangat marah dan geram. ”Kalian memang jahat! Kalian semua akan mati!” seru Sangi
dengan geram.
Setelah itu, Sangi lari ke sana ke mari dengan marah. Seluruh badannya terasa panas Akhirnya, tubuhnya menjelma menjadi seekor naga. Sebelum menceburkan diri ke dalam sungai, ia sempat mengambil harta pusaka yang lama disimpannya dalam sebuah guci Cina. Guci itu berisi perhiasan dan kepingan-kepingan emas. Sangi terus berlari ke sungai. Setibanya di Sungai Kahayan, ia segera menyebarkan perhiasan dan kepingan-kepingan emas itu sambil berseru, ”Siapa saja yang berani mendulang emas di daerah aliran sungai ini, maka ia akan mati. Emas-emas itu akan menjadi tumbal kematiannya!”
Setelah itu, Sangi yang telah menjelma menjadi seekor naga, menceburkan diri ke dalam hulu sungai. Sejak itu, ia menjadi penjaga Sungai Kahayan. Anak Sungai Kahayan itu kemudian disebut pula sebagai Sungai Sangi. Anak keturunan Sangi yang mempertanyakan rahasianya banyak yang meninggal setelah itu.